Oleh,
H. M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar, S.pd.I
Demi mendapatkan kesempurnaan wudhu, perkara yang sunnah dilakukan
setelah membaca basmalah adalah bersiwak. Ini berdasarkan sabda Nabi
riwayat Imam Bukhari dari sahabat Abu Hurairah:
وَقَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ
لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ
كُلِّ وُضُوْءٍ ﴿رواه البخاري﴾
“Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi ﷺ beliau bersabda: “Seandainya aku tidak memberatkan terhadap umatku niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali wudhu”.[1]Imam Ramli menyatakan bahwa bersiwak dilakukan sebelum membasuh telapak tangan. Sedangkan menurut Ibnu Hajar bersiwak dilakukan setelah membasuh telapak tangan. Menurut para ulama ahli fiqih, pendapat yang dapat dijadikan pegangan adalah pendapat yang pertama karena kedudukannya lebih kuat.[2]
Saat bersiwak sebagian besar dari kalangan para sahabat menganjurkan membaca doa:
اَللهم بَيِّضْ بِهِ أَسْنَانِي وَشُدَّ بِهِ لِثَاتِيْ وَثَبِّتْ بِهِ لَهَاتِيْ وَبَارِكْ لِيْ فِيْهِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
“Wahai Allah, dengan bersiwak putihkanlah gigiku, kuatkanlah
gusiku, tetapkanlah rongga mulutku, dan limpahkanlah berkah padaku dalam
bersiwak, wahai Dzat Pemurah dari sekian banyak pemurah.[3] Bersiwak dapat dilakukan dengan kayu siwak (kayu Araq) atau sejenisnya yaitu segala sesuatu yang kasar dan dapat menghilangkan kotoran yang ada dalam rongga mulut.
Setelah bersiwak kemudian disunnahkan untuk membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan. Hal ini berdasarkan riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim yang bersumber dari sahabat Humran mantan budak yang dimerdekakan oleh sahabat Utsman bin Affan:
أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَ
أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ t دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ
كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ … قَالَ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ تَوَضَّأَ
نَحْوَ وُضُوئِيْ هٰذَا ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ مَنْ تَوَضَّأَ
نَحْوَ وُضُوئِيْ هٰذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ
فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ﴿متفق عليه﴾
“Humran budak yang dimerdekakan oleh sahabat Ustman memberitahukan bahwa sahabat Utsman bin ‘Affan t pernah
melakukan wudhu dengan membasuh dua telapak tangannya tiga kali, …
Setelah itu beliau berkata: “Seperti inilah aku melihat Rasulullah ﷺ berwudhu, lantas Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini lalu dia melakukan shalat dua
rakaat dengan tanpa berbicara dalam dirinya (menggerutu/gruneng; jawa)
maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.[4]Sahabat Utsman t memeragakan tata cara wudhu Nabi ﷺ secara lengkap dan sempurna dengan maksud agar dapat lebih dipahami dan lebih tergambar di benak.[5]
Imam Muslim dalam riwayat hadits ini menambahkan pendapat Imam Ibnu Syihab yang termasuk salah satu ulama besar pada masa Imam Muslim (ada yang berpendapat beliau adalah salah satu guru dari Imam Muslim) menyatakan wudhu yang di terangkan dalam hadits di atas adalah wudhu yang paling sempurna jika dilakukan oleh seseorang yang akan melakukan shalat.[6]
Pembasuhan kedua telapak tangan sebelum wudhu juga berdasarkan riwayat lain oleh Imam Muslim dari sahabat Abdullah bin Zaid bin Ashim Al Anshari:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ
الْأَنْصَارِيِّ وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ قَالَ قِيْلَ لَهُ تَوَضَّأْ
لَنَا وُضُوْءَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فَدَعَا بِإِنَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهَا
عَلٰى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ
فَاسْتَخْرَجَهَا … ثُمَّ قَالَ هَكَذَا كَانَ وُضُوْءُ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ
﴿رواه مسلم﴾
“Dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al Anshari. Beliau memiliki
seorang teman akrab yang berkata kepadanya: “Berwudhulah seperti
wudhunya Rasulullah ﷺ” setelah permintaan itu Abdullah lantas
mengambil air dengan membasuh dua tangannya tiga kali … setelah itu
beliau berkata: “Beginilah wudhu yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ”.[7]Membasuh kedua telapak tangan hukumnya sunnah menurut kesepakatan ulama sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Muslim[8], Al Majmû’[9], dan Ibnul Mundzir dalam kitab Al Ausaţ[10].
Walaupun Nabi ﷺ terus-menerus melakukannya, hukumnya tidaklah menjadi wajib, karena dalam ayat wudhu[11] tidak disebutkan mencuci kedua telapak tangan sebelum wudhu.[12]
Meskipun membasuh kedua telapak tangan tidak dihukumi wajib namun sangat dianjurkan untuk membasuh keduanya karena tangan adalah organ pokok yang digunakan dalam wudhu, untuk menyentuh, membersihkan, dan mengambil. Jika telapak tangan yang digunakan untuk mengambil air, membersihkan, dan menggosok ketika wudhu dalam keadaan kotor maka yang terjadi adalah sebaliknya, dan bahkan dapat mengakibatkan timbulnya penyakit.[13]
Saat membasuh kedua telapak tangan disunnahkan membaca doa:
اللّٰهُمَّ احْفَظْ يَدِيْ مِنْ مَعَاصِيْكَ كُلِّهَا
“Wahai Allah, jagalah tanganku agar terhindar dari semua perbuatan maksiat kepada-Mu”. Pelaksanaan doa ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ad Dailami, Ibnu Asakir, Abul Qasim bin Mandah, Al Mustaghfiri, dan Ibnu Najar, yang perawinya sampai pada Nabi diketahui semuanya, yang berasal dari Sayidina Hasan dari sahabat Ali beliau menyatakan: “Aku telah diajarkan oleh Nabi tentang tata cara wudhu yang baik dengan membaca doa dalam setiap gerakan wudhu…”.[14]
[1] Shahîh Al Bukhâri, juz VII, hlm. 18. [2] Baca Ibnul Qasim Al Ghazi, Al Bâjûri, juz I, hlm. 42.
[3] Lihat An Nawawi, Al Majmû’, juz I, hlm. 283. Zakariya Al Anshari, Asnâ Al Maţâlib, juz I, hlm. 194. Ibnul Qasim Al Ghazi, Al Bâjûri, juz I, hlm. 45. Dll.
[4] Shahîh Al Bukhâri, juz I, hlm. 277, dan 285, nomer hadits 155 dan 159. Shahîh Muslim, juz II, hlm. 8 dan 9, nomer hadits 331 dan 332.
[5] Taysîr Al ‘Allâm, juz I, hlm. 37.
[6] Shahîh Muslim, juz II, hlm. 8.
[7] Shahîh Muslim, juz II, hlm. 27, nomer hadits 346.
[8] Baca An Nawawi, Syarh Muslim, juz III, hlm. 105.
[9] Lihat An Nawawi, Al Majmû’, juz I, hlm. 391.
[10] Baca Ibnul Mundzir, Al Awsath, juz I, hlm. 375.
[11] Lihat surat Al Maidah ayat 6.
[12] Baca Asy Syarh Al Mumti’, juz I, hlm. 137.
[13] Baca Shalih Ahmad Ridha, Al I’jâz Fî Sunnah An Nabawiyyah, 2001, Makyabah Al Abikan, Riyadh, hlm. 492.
[14] Alauddin bin Ali Hisamuddin, Kanzu Al ‘Ummal Fi Sunan Al Af’al Wa Al Aqwal, , juz IX hlm. 465, nomer hadits 26990
sumberhttp://www.nusurabaya.or.id
0 comments:
Posting Komentar