LBM NU Kota Surabaya
Ternyata tawassul tidak hanya diperbolehkan saja, namun pernah diajarkan oleh Rasulullah yang berarti menunjukkan makna sunnah. Hal ini dapat dilihat dalam hadits berikut ini:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ t أَنَّ رَجُلاً ضَرِيْرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ ﷺ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلِّمْنِيْ دُعَاءً أَدْعُوْ بِهِ يَرُدُّ اللهُ عَلَيَّ بَصَرِيْ، فَقَالَ لَهُ قُلِ اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ قَدْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلٰى رَبِّيْ أَللّٰهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ وَشَفِّعْنِيْ فِيْ نَفْسِيْ فَدَعَا بِهٰذَا الدُّعَاءِ فَقَامَ وَقَدْ أَبْصَرَ
“Dari Utsman bin Hunaif: “Suatu hari seorang yang buta datang kepada Rasulullah e berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkan saya sebuah doa yang akan saya baca agar Allah mengembalikan penglihatan saya”. Rasulullah berkata: “Bacalah doa (artinya): “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat. Kemudian ia berdoa dengan doa tersebut, ia berdiri dan telah bisa melihat”. (HR. Hakim dalam al-Mustadrak).
Beliau mengatakan bahwa hadits ini adalah shahih dari segi sanad walaupun Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam Dzahabi mengatakatan bahwa hadits ini adalah shahih, demikian juga Imam Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa'wat mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan shahih gharib.
Dalam riwayat Turmudzi disebutkan bahwa Utsman berkata: “Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar”.
Dan Imam Mundziri dalam kitabnya at-Targhib Wa at-Tarhib, 1/438, mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah dan Imam Khuzaimah dalam kitab shahihnya).
Ada dua hal yang dapat diambil kesimpulan dari hadits ini, bahwa:
1. Doa tersebut memang benar-benar dibaca oleh orang yang buta, bukan didoakan oleh Rasulullah e. Sementara Nasiruddin al-Albani (ulama Wahhabi) berpendapat bahwa orang buta tadi sembuh karena didoakan oleh Rasulullah. Pendapat ini sama sekali tidak ada dasarnya dan bertentangan dengan riwayat al-Hakim diatas. Hal ini dikarenakan setelah al-Albani tidak mampu melemahkan hadits ini secara sanad, lantas al-Albani dan kelompoknya berupaya untuk mengaburkan makna teks hadits tersebut dengan menyatakan bahwa doa itu dibacakan oleh Rasulullah. Hali itu dilakukan karena ia telah terlanjur melarang tawassul, sehingga ia memalingkan makna hadits di atas dengan berdasarkan nafsunya.
2. Rasulullah mengajarkan doa bertawassul dengan menyebut nama beliau di atas tidak hanya berlaku bagi orang buta tersebut dan di masa Rasul hidup saja, sebab Rasulullah tidak membatasinya. Dan seandainya tawassul setelah Rasulullah wafat dilarang, maka sudah pasti Rasulullah akan melarangnya dan menyatakan bahwa doa ini hanya boleh dibaca oleh orang buta tersebut ketika Rasul masih hidup, sebagaimana dalam masalah penyembelihan hewan qurban yang hanya dikhususkan kepada Abu Burdah saja, yaitu sabda Rasulullah:
ضَحِّ بِالْجَذَعِ مِنَ الْمَعْزِ وَلَنْ تَجْزِئَ عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ )رواه البخارى ومسلم عن أبى سعيد الخذرى(
“Sembelihlah kambing usia satu tahun itu, dan hal itu tidak berlaku lagi bagi orang lain selain kamu”. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa'id al-Khudri)
sumber: Ali Maghfur Syadzili
Ternyata tawassul tidak hanya diperbolehkan saja, namun pernah diajarkan oleh Rasulullah yang berarti menunjukkan makna sunnah. Hal ini dapat dilihat dalam hadits berikut ini:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ حُنَيْفٍ t أَنَّ رَجُلاً ضَرِيْرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ ﷺ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلِّمْنِيْ دُعَاءً أَدْعُوْ بِهِ يَرُدُّ اللهُ عَلَيَّ بَصَرِيْ، فَقَالَ لَهُ قُلِ اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّيْ قَدْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلٰى رَبِّيْ أَللّٰهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ وَشَفِّعْنِيْ فِيْ نَفْسِيْ فَدَعَا بِهٰذَا الدُّعَاءِ فَقَامَ وَقَدْ أَبْصَرَ
“Dari Utsman bin Hunaif: “Suatu hari seorang yang buta datang kepada Rasulullah e berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkan saya sebuah doa yang akan saya baca agar Allah mengembalikan penglihatan saya”. Rasulullah berkata: “Bacalah doa (artinya): “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat. Kemudian ia berdoa dengan doa tersebut, ia berdiri dan telah bisa melihat”. (HR. Hakim dalam al-Mustadrak).
Beliau mengatakan bahwa hadits ini adalah shahih dari segi sanad walaupun Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam Dzahabi mengatakatan bahwa hadits ini adalah shahih, demikian juga Imam Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa'wat mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan shahih gharib.
Dalam riwayat Turmudzi disebutkan bahwa Utsman berkata: “Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar”.
Dan Imam Mundziri dalam kitabnya at-Targhib Wa at-Tarhib, 1/438, mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah dan Imam Khuzaimah dalam kitab shahihnya).
Ada dua hal yang dapat diambil kesimpulan dari hadits ini, bahwa:
1. Doa tersebut memang benar-benar dibaca oleh orang yang buta, bukan didoakan oleh Rasulullah e. Sementara Nasiruddin al-Albani (ulama Wahhabi) berpendapat bahwa orang buta tadi sembuh karena didoakan oleh Rasulullah. Pendapat ini sama sekali tidak ada dasarnya dan bertentangan dengan riwayat al-Hakim diatas. Hal ini dikarenakan setelah al-Albani tidak mampu melemahkan hadits ini secara sanad, lantas al-Albani dan kelompoknya berupaya untuk mengaburkan makna teks hadits tersebut dengan menyatakan bahwa doa itu dibacakan oleh Rasulullah. Hali itu dilakukan karena ia telah terlanjur melarang tawassul, sehingga ia memalingkan makna hadits di atas dengan berdasarkan nafsunya.
2. Rasulullah mengajarkan doa bertawassul dengan menyebut nama beliau di atas tidak hanya berlaku bagi orang buta tersebut dan di masa Rasul hidup saja, sebab Rasulullah tidak membatasinya. Dan seandainya tawassul setelah Rasulullah wafat dilarang, maka sudah pasti Rasulullah akan melarangnya dan menyatakan bahwa doa ini hanya boleh dibaca oleh orang buta tersebut ketika Rasul masih hidup, sebagaimana dalam masalah penyembelihan hewan qurban yang hanya dikhususkan kepada Abu Burdah saja, yaitu sabda Rasulullah:
ضَحِّ بِالْجَذَعِ مِنَ الْمَعْزِ وَلَنْ تَجْزِئَ عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ )رواه البخارى ومسلم عن أبى سعيد الخذرى(
“Sembelihlah kambing usia satu tahun itu, dan hal itu tidak berlaku lagi bagi orang lain selain kamu”. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa'id al-Khudri)
sumber: Ali Maghfur Syadzili
0 comments:
Posting Komentar