...

Akhlak terpuji Tasamuh

Leave a Comment


Tasamuh artinya saling memberi.Orang yang pemurah adalah orang yang suka memberi bantuan atau pertolongan kepada orang lain.Bantuan atau pertolongan itu dapat berupa harta benda,tenga, ataupun pikiran. Sifat pemurah seseorang dapat terlihat dalam sikapnya sehari-hari. Ia tidak segan-segan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, baik diminta ataupun tidak.
Rosulullah bersabda : 
“Jagalah dirimu dari api neraka dengan cara bersedekah walaupun hanya dengan sebutir kurma,barang siapa yang tidak dapat melakukannya dengfan kata-kata yang baik”. (H.R. Muttafq alaihi)
“Sedekah itu adalah bukti (keimanan dan kasih sayang)”, (HR. Muslim)
Orang yang mempunyai sifat pemurah tentu banyak perhatiannya terhadap kaum lemah, jika kebetulan dia kaya, ia akan memberi bantuan dengan hartanya, jika ia kebetulan orang pandai ia akan memberi bantuan dengan ilmunya, jika ia miskin ia akan memberi bantuan dengan tenaganya. Rosulullah sangat menganjurkan agar kita bersifat pemurah.

Ciri-ciri orang yang mempunyai sifat tasamuh:
1.     Suka memberi kepada orang lain
2.    Tidak takut miskin karena suka memberi kepada orang lain
3.    Tidak pernah meminta kepada orang lain
4.    Sangat memperhatikan kebutuhan orang lain

Akhlaq terpuji ta'awun

Leave a Comment


         TA’AWUN (SALING MENOLONG)

           Manusia tidak mungkin dapat memenuhi hajat kebutuhan sendiri.Dia pasti membutuhkan kepada yang lain. Agar bisa memenuhi kebutuhannya, manusia harus saling tolong-menolong. Semakin banyak menolong dalam hal kebaikan maka semakin banyak pula ia akan di tolong.Sebaliknya semakin banyak menolong dalam hal keburukan,maka semakin banyak orang lain membenci dan tidak mau menolong. Ta’awun atau saling menolong hendaknya dalam hal kebaikan dan jangan saling tolong menolong dalam hal keburukan. 
Firman Allah :
“Dan bertolong-tolonglah kamu dalam hal mengerjakan kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bertolong-tolongan dalam hal berbuat dosa dan permusuhan”.(Q.S. Al Maidah : 2)

Teks Khobiri

Leave a Comment
خبري بريبري (Berilah Kabar Padaku)

خبّري خبّري خبّري يا نسيمى عن مغرام شذي والهان

Berilah kabar kepadaku,wahai angin sepoi-sepoi,
aku tergila-gila,aku sangat rindu dan bingung

عا شق اه عاشق عا شق الأنوار
Oh rindu,rindu kepada cahaya

أنت عنّي تشتكي والحالي كلّ اللّيل سهران
Engkau perintahkan aku mengadu kepadanya,
lihatlah keadaanku,sepanjang malam aku begadang

كي ارأ المختار كي ارأ المختار
Agar aku dapat memandang Nabi al-Mukhtar(nabi pilihan)

من يّلمني في غرامي طا لما عاشق جمالك
Barang siapa,menghina penyakitku,
sungguh sangat terlambat karena kerinduanku pada kebaikan kekasihku sudah lama

يامكرّم يا ممجّد يا مؤيّد بالشّفاعة
Wahai manusia yang dimuliakan,
diagungkan,dikuatkan dengan syafa’at

هاأنا أنالها
Berilah itu kepadaku



Istihosah Bersama

1 comment
   Pada hari Minggu,Tanggal 23 Agustus 2012 Pondok Pesantren Manba'ul Falah mengadakan kegiatan Istighosah bersama Wali Santri,Anggota ELMUNA,OSMADIM Serta dewan guru dan pengurus pondok dll dalam rangka sosialisasi kegiatan pondok, pembagian Raport Santri dll.Alhamdulillah acaranya cukup meriah dan banyak yang hadir.Ini beberapa hasil jepretan sie dokumentasi:
Dewan guru dan ELMUNA

Persiapan Istighosah Bersama

Pembagian makanan ringan

pembagian makanan ringan

























































    Semoga acara ini bisa istiqomah setiap bulannya.Dan semoga acara ini bisa meningkatkan tali persaudaraan antara wali santri dan warga pondok serta bermanfaat di dunia dan akhirat.Amin....

Belasungkawa dengan Karangan Bunga

Leave a Comment

Hasil keputusan Bahtsul Masail Putaran ke-IV
Di MASJID DARUSSALAM MWC NU GUBENG
Kertajaya 7 Raya No 44 Surabaya.
Ahad 8 April 2012
Mushahih:
KH. Asyhar Shofwan
KH. Imam Syuhadak
Perumus:
K. Abdul Malik
H. M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar
Moderator:
Ust. Luqmanul Hakim
Ust. Nasir Abadz
Notulen:
Ust. Irfan Mu’tashim
Bela Sungkawa Dengan Karangan Bunga
Diskripsi Masalah
Suka dan duka adalah dua hal yang selalu silih berganti datang pada manusia bagaikan siang dan malam, disatu saat ia bahagia namun disaat yang lain ia harus rela menelan pahitnya ujian dan cobaan, nah tatkala manusia bahagia karena datangnya suatu nikmat maka sanak keluarga, handai toulan akan datang berbagi untuk mengucapkan kata selamat sebagai expresi solidaritas antar sesama, demikian pula tatkala manusia tertimpa mushibah (kematian misalnya) maka merekapun juga datang untuk mengucapkan kata bela sungkawa. Dalam hal ini ada beragam expresi bela sungkawa yang diberikan, ada kalanya secara langsung dengan datang kerumah duka, ada pula yang melalui media komunikasi semisal, SMS, face book, twiter, dll, ada pula yang dengan mengirimkan karangan bunga kepada yang bersangkutan.
Pertanyaan
  1. Bagaimanakah hukum mengirim karangan bunga sebagai bentuk belasungkawa atau turut bersedih dalam kematian atau saat dirawat di rumah sakit?
  2. Apakah dengan mengirim karangan bunga sudah cukup disebut sebagai ‘iyadatul maridl atau takziyah meskipun pengirimnya tidak datang?
  3. adakah unsur tabdzir dalam mengirim karangan bunga mengingat harganya yang mahal? (PP Manbaul Falah Rungkut Menanggal)
Jawaban:
  1. Hukum mengirim karangan bunga sebagai bentuk belasungkawa atau turut bersedih dalam kematian atau saat dirawat di rumah sakit adalah sunnah jika tujuan dari pengiriman karangan bunga dimaksudkan tasliyyah
  2. Pengiriman bungan seperti yang tertuang di atas masuk dalam kategori ta’ziyahjika ada tujuan tasliyyah, akan tetapi tidak masuk kategori ‘iyadatul maridl, karena tidak termasuk mengunjungi.
  3. Pembelian karangan bunga dengan tujuan di atas tidak dikatakan tabdzir, apabila pengiriman karangan bunga tersebut sudah pantas dalam tataran berta’ziyah, baik dalam segi kemampuan financial maupun dalam segi adat masyarakat sekitar.
Dasar Pengambilan
  1. Bughiyatu al-Mustarsyidin, juz I, hal: 385
  2. Hasyiyatu al-Bujairimi Ala al-Khatib hal: 86
  3. Nihayatu al-Muhtaj Juz 9, hal: 75
  4. Ianatu al-Thalibin Juz 5, hal: 157
  5. Hasyiyatu al-Bujairimi Ala al-Minhaj juz 5, hal: 63
  6. Hasyiatu al-Jamal juz 9, hal: 314
بغية المسترشدين (1. 385)
التعزير أصل العزاء هو الصبر, وتعزية اهل البيت: تسليتهم وتأسيتهم وندبهم الى الصبر ووعظهم تما يزيل عنهم الحزن, فكل ما يجلب للمصاب صبرا يقال له تعزية
حاشية البيجرمي على الخطيب (86)
قَوْلُهُ: (وَيُعَزِّي) التَّعْزِيَةُ لُغَةً التَّسْلِيَةُ وَشَرْعًا الأَمْرُ بِالصَّبْرِ وَالْحَمْلُ عَلَيْهِ بِوَعْدِ الأَجْرِ وَالتَّحْذِيرُ مِنْ الْوِزْرِ بِالْجَزَعِ وَالدُّعَاءِ لِلْمَيِّتِ بِالْمَغْفِرَةِ وَلِلْمُصَابِ بِجَبْرِ الْمُصِيبَةِ ; شَرْحُ الْمَنْهَجِ وَتَحْصُلُ التَّعْزِيَةُ بِالْمُكَاتَبَاتِ وَالْمُرَاسِلاتِ
نهاية المحتاج (9: 75)
الاسراف هو صرف الشيء فيما ينبغى زائدا على ما ينبغى, بخلاف التبدير فانه صرف الشيء فيم لا ينبغى ا ه-
وعليه فالصرف فى المعصية يسمى تبديرا ومجاوزة الثلاث فى الوضوء يسمى اسرافا
إعانة الطالبين (5: 157)
(فائدة) السرف مجاوزة الحدّ، ويقال في النفقة: التبذير، وهو الإِنفاق في غير حق. فالمسرف : المنفق في معصية، وإن قلّ إنفاقه. وغيره: المنفق في الطاعة، وإن أفرط
حاشية البيجرمي على المنهج (5: 63)
(قَوْلُهُ: وَيُكْرَهُ رَشُّهُ بِمَاءِ الْوَرْدِ) أَيْ لأَنَّهُ إضَاعَةُ مَالٍ إنَّمَا لَمْ يَحْرُمْ لأَنَّهُ يُفْعَلُ لِغَرَضٍ صَحِيحٍ مِنْ إكْرَامِ الْمَيِّتِ وَإِقْبَالِ الزُّوَّارِ عَلَيْهِ لِطِيبِ رِيحِ الْبُقْعَةِ بِهِ فَسَقَطَ قَوْلُ الإِسْنَوِيِّ وَلَوْ قِيلَ بِتَحْرِيمِهِ لَمْ يَبْعُدْ وَيُؤَيِّدُ مَا ذَكَرَهُ قَوْلُ السُّبْكِيّ لا بَأْسَ بِالْيَسِيرِ مِنْهُ إذَا قَصَدَ بِهِ حُضُورَ الْمَلائِكَةِ لأَنَّهَا تُحِبُّ الرَّائِحَةَ الطَّيِّبَةَ شَرْحُ
إعانة الطالبين )2:157)
(فـائدة) السرف مجاوزة الحدّ، ويقال في النفقة: التبذير ، وهو الإِنفاق في غير حق. فالمسرف: المنفق في معصية، وإن قلّ إنفاقه. وغيره: المنفق في الطاعة، وإن أفرط. قال ابن عباس رضي الله عنهما: ليس في الحلال إسراف، وإنما السرف في ارتكاب المعاصي. قال الحسن بن سهل : لا سرف في الخير، كما لا خير في السرف. وقال سفيان الثوري : الحلال لا يحتمل السرف
نهاية المحتاج (9:75)
الإِسْرَافُ هُوَ صَرْفُ الشَّيْءِ فِيمَا يَنْبَغِي زَائِدًا عَلَى مَا يَنْبَغِي, بِخِلافِ التَّبْذِيرِ فَإِنَّهُ صَرْفُ الشَّيْءِ فِيمَ لا يَنْبَغِي ا هـ. وَعَلَيْهِ فَالصَّرْفُ فِي الْمَعْصِيَةِ يُسَمَّى تَبْذِيرًا وَمُجَاوَزَةُ الثَّلاثِ فِي الْوُضُوءِ يُسَمَّى إسْرَافًا
حاشية البيجرمي على المنهج (5:63)
(قَوْلُهُ: وَيُكْرَهُ رَشُّهُ بِمَاءِ الْوَرْدِ) أَيْ لأَنَّهُ إضَاعَةُ مَالٍ إنَّمَا لَمْ يَحْرُمْ لأَنَّهُ يُفْعَلُ لِغَرَضٍ صَحِيحٍ مِنْ إكْرَامِ الْمَيِّتِ وَإِقْبَالِ الزُّوَّارِ عَلَيْهِ لِطِيبِ رِيحِ الْبُقْعَةِ بِهِ فَسَقَطَ قَوْلُ الإِسْنَوِيِّ وَلَوْ قِيلَ بِتَحْرِيمِهِ لَمْ يَبْعُدْ وَيُؤَيِّدُ مَا ذَكَرَهُ قَوْلُ السُّبْكِيّ لا بَأْسَ بِالْيَسِيرِ مِنْهُ إذَا قَصَدَ بِهِ حُضُورَ الْمَلائِكَةِ لأَنَّهَا تُحِبُّ الرَّائِحَةَ الطَّيِّبَةَ شَرْحُ
حاشية الجمل (9: 314)
وَيُشْكِلُ عَلَيْهِ مَا قَالُوهُ مِنْ أَنَّهُ يُكْرَهُ رَشُّ الْقَبْرِ بِمَاءِ الْوَرْدِ وَلا يَحْرُمُ ; لأَنَّهُ لِغَرَضٍ شَرْعِيٍّ وَلَمْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ التَّعَيُّنِ وَعَدَمِهِ وَأُجِيبَ عَنْ عَدَمِ التَّحْرِيمِ وَإِنْ كَانَ فِيهِ إضَاعَةُ مَالٍ بِأَنَّهُ خَلْفَنَا شَيْءٌ آخَرُ وَهُوَ إكْرَامُ الْمَيِّتِ وَحُصُولُ الرَّائِحَةِ الطَّيِّبَةِ لِلْحَاضِرِينَ وَحُضُورُ الْمَلائِكَةِ بِسَبَبِ ذَلِكَ وَمِنْ ثَمَّ قِيلَ لا يُكْرَهُ الْقَلِيلُ مِنْهُ ا هـ. ع ش.

Mengapa harus bermadzhab

Leave a Comment

BERMADZHAB
Oleh,
H. M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar, S.Pd.I
A. Pengertian Bermadzhab
Bermadzhab adalah mengikuti hasil istinbath (penggalian) hukum dari ulama mujtahid. Dan secara khusus yang dimaksud bermadzhab di sini adalah mengikuti hasil istinbath hukum dari salah satu Empat Madzhab, yaitu Madzhab Chanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i, dan Madzhab Chambali. Hal inilah yang diungkapkan oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam Qonun Asasi Nahdlatul Ulama dan dibacakan oleh beliau pada Muktamar NU ke III di Surabaya tahun 1928 M, dan Muktamar NU ke IV di Semarang tahun 1929 M, yang secara detail akan diuraikan di bawah.
B. Mengapa Bermadzhab
Tidak ada alasan pada zaman sekarang untuk menolak bertaqlid (mengikuti) kepada para Imam Empat Madzhab, karena tidak dimungkinkannya setiap manusia mengambil hukum-hukum agama secara langlsung dari sumbernya, yani Al Quran dan Hadits. Demikian ini disebabkan tidak dapat terpenuhinya segala persyaratan ijtihad, seperti menguasai ilmu Al Quran, Hadits, Nahwu Lughat, Tashrif, dan perbedaan-perbedaan pendapat para ulama serta metode dalam mengambil hukum dari sumbernya (Ushul Fiqh).
Ada sebagian golongan yang menyatakan bahwa bermadzhab hukumnya haram dan dilarang. Mereka menyatakan harus menggali hukum sendiri dari Al Quran dan Sunnah. Semua itu beralasan dengan berpijak pada larangan yang disampaikan oleh Imam-imam madzhab empat yaitu Abu Chanifah, as-Syafi’i, Malik dan Chambali. Bahkan kelompok ini mengatakan bahwa orang-orang yang bermadzhab sama dengan ta’addud as-syari’ah (penggandaan syari’at). Apakah betul tuduhan mereka?, jawaban pertanyaan itu akan diuraikan dalam bab khusus tentang ijtihad dan taqlid pada bab berikutnya.
C. Kenapa Terbatas Empat Madzhab
Sebenarnya para Imam Mujtahid tidak hanya terbatas pada Empat Madzhab. Di luar Empat Madhab juga banyak para Imam yang telah mencapai tingkatan Mujtahid, seperti Imam Sufyan al-Tasuri, Hasan al-Bashri, Ishaq bin Ruhawaih, Dawud al-Dhahiri dan lain-lain yang masih tergolong Ahlussunnah Wal Jamaah. Inilah yang diungkapkan oleh Imam Qahir bin thahir al-Tamimi dalam kitab Al-Farqu Baina al-Firaq.
Namun karena para pengikutnya tidak ada yang meneruskan dan mengembangkan pemikiran-pemikirannya, maka seiring dengan berlalunya waktu, satu persatu musnah ditelan zaman. Oleh karena itulah maka Syaikh Ibrahim al-Baijuri dalam kitab Tuchfatu al-Murid Syarhu Jawhari al-Tauhid dengan tegas melarang mengikuti Madzhab selain dari Empat Madzhab tersebut.
Berbeda dengan pengikut Empat Madzhab ini, yang selalu terus menyebarkan dan mengembangkan pemikiran pemikiran Imam pendiri madzhabnya, sehingga pendapat Imam pendiri madzhab tersebut dapat terkodivikasi (tethimpun) dengan baik, yang akhirnya validitas (kebenaran sumber dan salurannya) dari pendapat tersebut tidak diragukan Iagi, dan terhindar dari kemungkinan pemalsuan terhadap pendapat dan pemikiran Imam pendiri madzhab. Disamping itu, Empat Madzhab ini telah teruji keshahihannya, sebab memiliki metode istinbath (penggalian hukum) yang jelas dan telah tersistematis (tersusun) dengan baik, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara llmiyah.
Para pengikut Empat Madzhab juga menulis beberapa kitab yang menguraikan dan menjabarkan pemikiran Imam Madzhab dengan sanad (mata rantai) yang terus bersambung kepada pendiri Madzhab.
Syaih Abdurrahman al-Hadrami dalam kitab Bughyatu al-Mustarsyidin memberikan keterangan, Imam Qaffal secara tegas menyatakan bahwa hanya mengikuti Empat Madzhab dan tidak boleh mengikuti Madzhab yang lain adalah kesepakatan ulama, meskipun untuk dipakai sendiri, terlebih dalam hal memberikan fatwa dan menjatuhkan hukum.

Mutiara Hikmah Menjadi Kekasih Allah

Leave a Comment

[keinginan untuk kembali ke jalan yang diridhoi Allah, sebuah renungan ketika tergugah membaca beberapa hikmah kitab Al Hikam]
Diambil dari buku “Mutiara Hikmah Menjadi Kekasih Allah” (Terjemah Syarah Al Hikam karya Ibnu Athaillah) oleh M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar.
201. Penyakit Kronis
“Menetapnya rasa manis hawa nafsu dari hati adalah penyakit kronis (yang sulit diobati)”
Hati adalah tempat keimanan, ma’rifat dan yakin kepada Allah yang semuanya adalah obat hati dari penyakit yang ada di dalamnya, selama penyakit yang ada bukanlah penyakit kronis, seperti menetapnya hawa nafsu di dalam hati. Apabila penyakit yang berada di dalamnya adalah menetapnya hawa nafsu maka ketiga obat tersebut tidak akan dapat memberikan faedah yang berarti kecuali atas kehendak dan pemberian Allah SWT.
Hawa nafsu dapat tetap bercokol di dalam hati selama hati tersebut memiliki rasa cinta dunia. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa memberi minum hatinya dengan cinta dunia maka di dalam hatinya melekat tiga hal, yaitu celaka yang tidak ada habisnya, keinginan yang tidak mendatangkan kaya, dan angan-angan yang tidak ada akhirnya” (HR Thabrani)
202. Pengusir Syahwat
“Tidak ada yang dapat mengusir syahwat dari hati kecuali rasa takut kepada Allah yang menggetarkan hati atau rasa rindu yang menggelisahkan”
Jika di dalam hati terdapat penyakit kronis maka tidak ada obat yang mampu menyembuhkannya kecuali rasa takut kepada Allah yang dapat menggerakkan hati untuk dapat melihat kembali sifat keagungan Allah, dan yang dapat menumbuhkan penghayatan terhadap ayat-ayat Allah yang memuat ancaman Allah bagi orang-orang yang melakukan maksiat dengan siksa yang amat pedih.
Serta dapat disembuhkan pula dengan rasa rindu kepada Allah yang menggelisahkan hati yang dapat melihat kembali sifat keagungan Allah, dan yang dapat menumbuhkan penghayatan terhadap ayat-ayat Allah yang memuat janji-janji kenikmatan abadi kelak di akhirat.
203. Yang Tidak Disukai Allah
“Allah tidak menyukai amal yang disekutukan (dengan selain Allah); demikian pula Allah tidak menyukai hati yang disekutukan. Amal yang disekutukan tidak akan diterima oleh Allah; dan hati yang disekutukan tidak menghadap kepada Allah”
Yang dimaksud amal yang disekutukan dengan selain Allah adalahriya (pamer). Sedangkan yang dikehendaki dengan hati yang disekutukan adalah mencintai selain Allah. Padahal semuanya tidak akan pernah bisa memberikan manfaat yang berarti.
204. Dua Cahaya
“Terdapat dua cahaya yang diizinkan oleh Allah hanya sampai pada bagian luar hati; dan ada pula beberapa cahaya yang diizinkan untuk masuk ke relung hati”
Cahaya yang hanya sampai pada bagian luar hati dapat menghasilkan manfaat bisa melihat jati diri, Tuhan, dunia dan akhirat. Sedangkan cahaya yang masuk ke relung hati dapat menghasilkan cinta yang mendalam kepada Allah dan dapat memberi keyakinan ketika melakukan sesuatu agar dicintai dan mendapatkan ridlo dari Allah, inilah yang paling didambakan oleh orang-orang pilihan yang mendedikasikan hidupnya untuk Allah.
205. Datangnya Cahaya
“Terkadang cahaya Allah datang kepadamu tetapi menemukan hati dalam keadaan terpenuhi oleh keduniawian. Oleh sebab itu cahaya tersebut kembali ke tempat asal dia diturunkan”
Semua itu terjadi karena cahaya Allah yang suci  tersebut tidak dapat masuk ke dalam hati yang kotor karena terpenuhi oleh keduniawian.
206. Mengosongkan Hati Dari Dunia
“Kosongkan hatimu dari segala sesuatu yang selain Allah, niscaya Allah akan mengisi penuh hati tersebut dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia Allah”
Hikmah ini adalah jawaban dan solusi dari hikmah yang sebelumnya. Yaitu apabila menghendaki untuk mendapatkan cahaya Allah masuk ke dalam hati kita maka kosongkan hati ini dari sesuatu yang bersifat duniawi. Rasulullah SAW bersabda :
“Cinta dunia adalah sumber dari segala kesalahan” (HR Baihaqi dan Dailami)
Diberdayakan oleh Blogger.