...

Amalan Malam Nishfu Sya'ban dan Fadhilahnya

Leave a Comment
Sya’ban adalah salah satu bulan istimewa, bulan yang dihormati dalam agama Islam, selain Muharram, Dzulhijjah dan Rajab. Lebih utama lagi pada malam ke lima belas, yang dikenal dengan nama malam Nisfu Sya’ban.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih dari Mu‘az bin Jabal Radhiallahu ‘anhu, bahwa pada malam ini “Allah menjenguk datang kepada semua makhlukNya di Malam Nishfu Sya‘ban, maka diampuni segala dosa makhlukNya kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah, at-Thabrani dan Ibnu Hibban).Begitu juga hadits riwayat Aisyah r.a.
عن عائشة بنت أبي بكر قالت: «قام رسول الله من الليل يصلي، فأطال السجود حتى ظننت أنه قد قبض، فلما رأيت ذلك قمت حتى حركت إبهامه فتحرك فرجعت، فلما رفع إلي رأسه من السجود وفرغ من صلاته، قال: يا عائشة أظننت أن النبي قد خاس بك؟، قلت: لا والله يا رسول الله، ولكنني ظننت أنك قبضت لطول سجودك، فقال: أتدرين أي ليلة هذه؟ قلت: الله ورسوله أعلم، قال: هذه ليلة النصف من شعبان، إن الله عز وجل يطلع على عباده في ليلة النصف من شعبان، فيغفر للمستغفرين، ويرحم المسترحمين، ويؤخر أهل الحقد كما هم»
Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata bahwa Rasulullah SAW bangun pada malam dan melakukan shalat serta memperlama sujud, sehingga aku menyangka beliau telah diambil. karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata, “Wahai Asiyah, (atau Wahai Humaira’), apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?”Aku menjawab, “Tidak ya Rasulallah, namun Aku menyangka bahwa Anda telah dipanggil Allah karena sujud Anda lama sekali.” Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.”Beliau bersabda, “Ini adalah malam nisfu sya’ban (pertengahan bulan sya’ban). Dan Allah muncul kepada hamba-hamba-Nya di malam nisfu sya’ban dan mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda orang yang hasud sebagaimana perilaku mereka.” (HR Al-Baihaqi)
Begitulah kemurahan Allah swt yang diberikan kepada hambanya di malam Nisfu Sya’ban. Sehingga dalam kesempatan lain Aisyah meriwayatkan hadits lagi dengan banyaknya pengampunan itu semisal bulu kambing Bani Kalb
عن عائشة بنت أبي بكر قالت: «قال رسول الله : "إن الله ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا، فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب"
Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban dan mengampuni lebih banyak dari jumlah bulu pada kambing Bani Kalb (salah satu kabilah yang punya banyak kambing). (HR At-Tabarani dan Ahmad)
Demikianlah hendaknya kesempatan ini tidak disia-siakan. Seorang muslim yang bijak tentunya akan memanfaatkan malam Nisfu Sya’ban sebaik-baiknya, dengan sebaik-baiknya memohon pengampunan dan melaksanakan amal kebaikan sebanyak-banyaknya. Demikian hadits riwayat Ali bin Abi Thalib menegaskan
عن علي بن أبي طالب قال: «قال رسول الله : "إذا كان ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها فإن الله ينزل فيها إلى سماء الدنيا فيقول ألا من مستغفر فأغفر له ، ألا من مسترزق فأرزقه ألا من مبتلى فأعافيه ألا كذا ألا كذا حتى يطلع الفجر
Dalam hadis Ali, Rasulullah bersabda: "Malam nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: "Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing." (H.R. Ibnu Majah dengan sanad lemah).
Amalan Malam Nisfu Sya’ban
Berbagai amalan malam Nisfu Sya’ban dapat dimulai setelah sholat maghrib. Berpegang pada hadits Rasulullah saw, sebaiknya ibadah malam Nisfu Sya’ban ini dilakukan secara individual (tidak berjama’ah). Namun juga tidak ada pelarangan jika dilakukan secara berjama’ah. Dengan didahului shalat sunnah dua rakaat yang niatnya adalah
أصلى سنة نصف شعبان ركعتين لله تعالى
Artinya: Aku niat shalat sunat nisfu sya’ban 2 rakaat sebagai karena Allah Ta’ala.
Bilangan shalat sunnah Nisfu Sya’ban adalah 2 rakaat dengan 1 kali salam. Pada rakaat pertama setelah Al-Fatihah membaca surat Al-Kafirun. Sedangkan pada rakaat setelah Al-Fatihah membaca surat Al-Ikhlas.
Dalam Ihya’ Ulumiddin, Imam Ghazali memberikan petunjuk agar dalam setiap rekaatnya setelah membaca fatihah hendaknya membaca surat al-Ikhlas sebelas kali. Atau dapat juga shalat sepuluh rakaat disetiap rakaatnya membaca Fatihah dan membaca al-Ikhlas seratus kali. Shalat ini disebut juga shalat al-khair, hal ini berdasar pada apa yang dilakukan oleh para ulama terdahulu.
Setelah shalat sunnah dua rekaat biasanya dilanjutkan dengan membaca surat yasin tiga kali yang dan ditutup dengan do’a malam Nisyfu Sya’ban di bawah ini
اَللَّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَ لا يَمُنُّ عَلَيْكَ يَا ذَا اْلجَلاَلِ وَ اْلاِكْرَامِ ياَ ذَا الطَّوْلِ وَ اْلاِنْعَامِ لاَ اِلهَ اِلاَّ اَنْتَ ظَهْرَ اللاَّجِيْنَ وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ وَ اَمَانَ اْلخَائِفِيْنَ . اَللَّهُمَّ اِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِى عِنْدَكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقِيًّا اَوْ مَحْرُوْمًا اَوْ مَطْرُوْدًا اَوْ مُقْتَرًّا عَلَىَّ فِى الرِّزْقِ فَامْحُ اللَّهُمَّ بِفَضْلِكَ فِيْ اُمِّ اْلكِتَابِ شَقَاوَتِي وَ حِرْمَانِي وَ طَرْدِي وَ اِقْتَارَ رِزْقِي وَ اَثْبِتْنِىْ عِنْدَكَ فِي اُمِّ اْلكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَ قَوْلُكَ اْلحَقُّ فِى كِتَابِكَ الْمُنْزَلِ عَلَى نَبِيِّكَ الْمُرْسَلِ يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَ يُثْبِتُ وَ عِنْدَهُ اُمُّ اْلكِتَابِ. اِلهِيْ بِالتَّجَلِّى اْلاَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ الَّتِيْ يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍ وَ يُبْرَمُ اِصْرِفْ عَنِّيْ مِنَ اْلبَلاَءِ مَا اَعْلَمُ وَ مَا لا اَعْلَمُ وَاَنْتَ عَلاَّمُ اْلغُيُوْبِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ . اَمِيْنَ
Artinya:
Ya Allah, Dzat Pemilik anugrah, bukan penerima anugrah. Wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan. Wahai dzat yang memiliki kekuasaan dan kenikmatan. Tiada Tuhan selain Engkau: Engkaulah penolong para pengungsi, pelindung para pencari perlindungan, pemberi keamanan bagi yang ketakutan. Ya Allah, jika Engkau telah menulis aku di sisiMu di dalam Ummul Kitab sebagai orang yang celaka atau terhalang atau tertolak atau sempit rezeki, maka hapuskanlah, wahai Allah, dengan anugrahMu, dari Ummul Kitab akan celakaku, terhalangku, tertolakku dan kesempitanku dalam rezeki, dan tetapkanlah aku di sisimu, dalam Ummul Kitab, sebagai orang yang beruntung, luas rezeki dan memperoleh taufik dalam melakukan kebajikan. Sunguh Engkau telah berfirman dan firman-Mu pasti benar, di dalam Kitab Suci-Mu yang telah Engkau turunkan dengan lisan nabi-Mu yang terutus: “Allah menghapus apa yang dikehendaki dan menetapkan apa yang dikehendakiNya dan di sisi Allah terdapat Ummul Kitab.” Wahai Tuhanku, demi keagungan yang tampak di malam pertengahan bulan Sya’ban nan mulia, saat dipisahkan (dijelaskan, dirinci) segala urusan yang ditetapkan dan yang dihapuskan, hapuskanlah dariku bencana, baik yang kuketahui maupun yang tidak kuketahui. Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi, demi RahmatMu wahai Tuhan Yang Maha Mengasihi. Semoga Allah melimpahkan solawat dan salam kepada junjungan kami Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat beliau. Amin.

sumber : Nahdlatul Ulama

Wudhu Rasulullah saw

Leave a Comment
WUDHU RASULULLAH
DALAM RIWAYAT BUKHARI DAN MUSLIM
Oleh,
H. M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar, S.Pd.I
Seluruh ummat Islam wajib mengetahui tata cara wudhu yang baik dan benar karena wudhu adalah hal yang dominan dan menentukan dalam beberapa ibadah, bahkan menjadi tolok ukur sah dan tidaknya suatu shalat yang dikerjakan oleh seseorang.[1]
Wudhu yang baik dan benar sudah barang tentu pernah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ, karena tidak mungkin wudhu yang menjadi penentu suatu amal ibadah tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. Oleh karen itu kita harus mempelajari gerakan wudhu yang baik dan benar melalui sabda-sabda Nabi yang akan diterangkan di bawah, karena dalam beberapa riwayat Rasulullah ﷺ sangat menekankan sempurnanya wudhu.[2]
Hadits yang kami cantumkan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang menjadi barometer tertinggi dalam tataran hadits-hadits yang ada karena memiliki keakuratan riwayat yang tidak perlu diragukan menurut para pakar-pakar hadits.
أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرٰى مِثْلَ ذٰلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرٰى مِثْلَ ذٰلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِيْ هٰذَا ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِيْ هٰذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ﴿متفق عليه
“Hamran budak yang dimerdekakan oleh sahabat Ustman memberitahukan bahwa sahabat Utsman bin ‘Affan t pernah melakukan wudhu dengan membasuh dua telapak tangannya tiga kali, lalu berkumur dan membasuh hidung, lantas membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai siku-siku tiga kali, lalu membasuh tangan kiri sama halnya dengan tangan kanan, lantas mengusap kepala, kemudian membasuh kaki kanan sampai mata kaki tiga kali, lalu membasuh kaki kiri seperti halnya kaki kanan. Setelah itu beliau berkata: “Seperti inilah aku melihat Rasulullahberwudhu, lantas Rasulullahbersabda: “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini lalu dia melakukan shalat dua rakaat dengan tanpa berbicara dalam dirinya (menggerutu/gruneng; jawa) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.[3]
Imam Muslim dalam riwayat hadits ini menambahkan pendapat Imam Ibnu Syihab yang termasuk salah satu ulama besar pada masa Imam Muslim (ada yang berpendapat beliau adalah salah satu guru dari Imam Muslim) menyatakan wudhu yang di terangkan dalam hadits di atas adalah wudhu yang paling sempurna jika dilakukan oleh seseorang yang akan melakukan shalat.[4]
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ تَوَضَّأَ فَغَسَلَ وَجْهَهُ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَمَضْمَضَ بِهَا وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَجَعَلَ بِهَا هَكَذَا أَضَافَهَا إِلٰى يَدِهِ الْأُخْرٰى فَغَسَلَ بِهِمَا وَجْهَهُ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُمْنَى ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَغَسَلَ بِهَا يَدَهُ الْيُسْرٰى ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً مِنْ مَاءٍ فَرَشَّ عَلٰى رِجْلِهِ الْيُمْنٰى حَتّٰى غَسَلَهَا ثُمَّ أَخَذَ غَرْفَةً أُخْرٰى فَغَسَلَ بِهَا رِجْلَهُ يَعْنِي الْيُسْرٰى ثُمَّ قَالَ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ يَتَوَضَّأُ ﴿رواه البخاري
“Dari sahabat Ibnu ‘Abbas bahwa beliau pernah berwudhu membasuh wajah dengan mengambil air, lalu berkumur dan membasuh hidung, kemudian mengambil air lagi dengan kedua tangannya dan membasuh wajahnya, lantas mengusap kepalanya, lalu mengambil air lagi dengan menyiramkannya pada kaki kanan sampai benar-benar membasuhnya, kemudian membasuh kakinya yang kiri. Setelah itu beliau berkata: “Demikianlah apa saya lihat ketika Rasulullah berwudhu”.[5]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ الْأَنْصَارِيِّ وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ قَالَ قِيْلَ لَهُ تَوَضَّأْ لَنَا وُضُوْءَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فَدَعَا بِإِنَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهَا عَلٰى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذٰلِكَ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ هَكَذَا كَانَ وُضُوْءُ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ ﴿رواه مسلم
“Dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al Anshari. Beliau memiliki seorang teman akrab yang berkata kepadanya: “Berwudhulah seperti wudhunya Rasulullah ﷺ” setelah permintaan itu Abdullah lantas mengambil air dengan membasuh dua tangannya tiga kali lalu memasukkan tangannya ke air lantas mengeluarkannya lagi kemudian dia berkumur dan membasuh hidungnya dengan satu pengambilan (cawukan; jawa) air sebanyak tiga kali, setelah itu dia memasukkan tangannya lagi ke air dan mengeluarkannya lalu membasuh wajahnya tiga kali. Lantas memasukkan tangannya lagi ke air dan mengeluarkannya kemudian membasuh dua tangan sampai dua siku dua kali-dua kali, setelah itu memasukkan tangannya ke air dan  mengeluarkannya lantas mengusap kepala dari depan dan dari belakang, lalu membasuh dua kakinya sampai dua mata kaki, setelah itu beliau berkata: “Beginilah wudhu yang dilakukan oleh Rasulullah ”.[6]
أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ الْمَازِنِيَّ يَذْكُرُ أَنَّهُ رَاٰى رَسُوْلَ اللهِ ﷺ تَوَضَّأَ فَمَضْمَضَ ثُمَّ اسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَهُ الْيُمْنٰى ثَلَاثًا وَالْأُخْرٰى ثَلَاثًا وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ بِمَاءٍ غَيْرِ فَضْلِ يَدِهِ وَغَسَلَ رِجْلَيْهِ حَتّٰى أَنْقَاهُمَا ﴿رواه مسلم
“Sesunggunya Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al Mazini menyebutkan bahwa dia pernah melihat Rasulullah berwudhu dengan cara berkumur lantas membasuh hidung lalu membasuh wajah sebanyak tiga kali, tangan kanan tiga kali, tangan kiri tiga kali, kemudian mengusap kepala tidak dengan sisa air basuhan tangan (dengan mengambil air yang baru), lantas membasuh dua kaki beliau sampai membersihkan keduanya”.[7]

[1] Karena wudhu menjadi syarat sahnya shalat. Yakni jika tidak melakukan wudhu terlebih dahulu maka shalat dihukumi tidak sah. [2] Akan kita bahasa secara khusus dalam sunnah-sunnah wudhu.
[3] Shahîh Al Bukhâri, juz I, hlm. 277, dan 285, nomer hadits 155 dan 159. Shahîh Muslim, juz II, hlm. 8 dan 9, nomer hadits 331 dan 332.
[4] Shahîh Muslim, juz II, hlm. 8.
[5] Shahîh Al Bukhâri, juz I, hlm. 242, nomer hadits 137.
[6] Shahîh Muslim, juz II, hlm. 27, nomer hadits 346.
[7] Shahîh Muslim, juz II, hlm. 28, nomer hadits 347.

sumber: http://www.nusurabaya.or.id

Bersiwak dan Membasuh Telapak Tangan saat Wudhu

Leave a Comment
Oleh,
H. M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar, S.pd.I
Demi mendapatkan kesempurnaan wudhu, perkara yang sunnah dilakukan setelah membaca basmalah adalah bersiwak. Ini berdasarkan sabda Nabi riwayat Imam Bukhari dari sahabat Abu Hurairah:
وَقَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوْءٍ ﴿رواه البخاري﴾
“Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi beliau bersabda: “Seandainya aku tidak memberatkan terhadap umatku niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali wudhu”.[1]
Imam Ramli menyatakan bahwa bersiwak dilakukan sebelum membasuh telapak tangan. Sedangkan menurut Ibnu Hajar bersiwak dilakukan setelah membasuh telapak tangan. Menurut para ulama ahli fiqih, pendapat yang dapat dijadikan pegangan adalah pendapat yang pertama karena kedudukannya lebih kuat.[2]
Saat bersiwak sebagian besar dari kalangan para sahabat menganjurkan membaca doa:
اَللهم بَيِّضْ بِهِ أَسْنَانِي وَشُدَّ بِهِ لِثَاتِيْ وَثَبِّتْ بِهِ لَهَاتِيْ وَبَارِكْ لِيْ فِيْهِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
“Wahai Allah, dengan bersiwak putihkanlah gigiku, kuatkanlah gusiku, tetapkanlah rongga mulutku, dan limpahkanlah berkah padaku dalam bersiwak, wahai Dzat Pemurah dari sekian banyak pemurah.[3]
Bersiwak dapat dilakukan dengan kayu siwak (kayu Araq) atau sejenisnya yaitu segala sesuatu yang kasar dan dapat menghilangkan kotoran yang ada dalam rongga mulut.
Setelah bersiwak kemudian disunnahkan untuk membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan. Hal ini berdasarkan riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim yang bersumber dari sahabat Humran mantan budak yang dimerdekakan oleh sahabat Utsman bin Affan:
أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ t دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ … قَالَ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِيْ هٰذَا ثُمَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِيْ هٰذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ﴿متفق عليه﴾
“Humran budak yang dimerdekakan oleh sahabat Ustman memberitahukan bahwa sahabat Utsman bin ‘Affan t pernah melakukan wudhu dengan membasuh dua telapak tangannya tiga kali, … Setelah itu beliau berkata: “Seperti inilah aku melihat Rasulullahberwudhu, lantas Rasulullahbersabda: “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini lalu dia melakukan shalat dua rakaat dengan tanpa berbicara dalam dirinya (menggerutu/gruneng; jawa) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.[4]
Sahabat Utsman t memeragakan tata cara wudhu Nabi secara lengkap dan sempurna dengan maksud agar dapat lebih dipahami dan lebih tergambar di benak.[5]
Imam Muslim dalam riwayat hadits ini menambahkan pendapat Imam Ibnu Syihab yang termasuk salah satu ulama besar pada masa Imam Muslim (ada yang berpendapat beliau adalah salah satu guru dari Imam Muslim) menyatakan wudhu yang di terangkan dalam hadits di atas adalah wudhu yang paling sempurna jika dilakukan oleh seseorang yang akan melakukan shalat.[6]
Pembasuhan kedua telapak tangan sebelum wudhu juga berdasarkan riwayat lain oleh Imam Muslim dari sahabat Abdullah bin Zaid bin Ashim Al Anshari:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ الْأَنْصَارِيِّ وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ قَالَ قِيْلَ لَهُ تَوَضَّأْ لَنَا وُضُوْءَ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ فَدَعَا بِإِنَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهَا عَلٰى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا … ثُمَّ قَالَ هَكَذَا كَانَ وُضُوْءُ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ ﴿رواه مسلم﴾
“Dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al Anshari. Beliau memiliki seorang teman akrab yang berkata kepadanya: “Berwudhulah seperti wudhunya Rasulullah ﷺ” setelah permintaan itu Abdullah lantas mengambil air dengan membasuh dua tangannya tiga kali … setelah itu beliau berkata: “Beginilah wudhu yang dilakukan oleh Rasulullah ”.[7]
Membasuh kedua telapak tangan hukumnya sunnah menurut kesepakatan ulama sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Muslim[8], Al Majmû’[9], dan Ibnul Mundzir dalam kitab Al Ausaţ[10].
Walaupun Nabi terus-menerus melakukannya, hukumnya tidaklah menjadi wajib, karena dalam ayat wudhu[11] tidak disebutkan mencuci kedua telapak tangan sebelum wudhu.[12]
Meskipun membasuh kedua telapak tangan tidak dihukumi wajib namun sangat dianjurkan untuk membasuh keduanya karena tangan adalah organ pokok yang digunakan dalam wudhu, untuk menyentuh, membersihkan, dan mengambil. Jika telapak tangan yang digunakan untuk mengambil air, membersihkan, dan menggosok ketika wudhu dalam keadaan kotor maka yang terjadi adalah sebaliknya, dan bahkan dapat mengakibatkan timbulnya penyakit.[13]
Saat membasuh kedua telapak tangan disunnahkan membaca doa:
اللّٰهُمَّ احْفَظْ يَدِيْ مِنْ مَعَاصِيْكَ كُلِّهَا
“Wahai Allah, jagalah tanganku agar terhindar dari semua perbuatan maksiat kepada-Mu”.
Pelaksanaan doa ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ad Dailami, Ibnu Asakir, Abul Qasim bin Mandah, Al Mustaghfiri, dan Ibnu Najar, yang perawinya sampai pada Nabi diketahui semuanya, yang berasal dari Sayidina Hasan dari sahabat Ali beliau menyatakan: “Aku telah diajarkan oleh Nabi tentang tata cara wudhu yang baik dengan membaca doa dalam setiap gerakan wudhu…”.[14]

[1] Shahîh Al Bukhâri, juz VII, hlm. 18. [2] Baca Ibnul Qasim Al Ghazi, Al Bâjûri, juz I, hlm. 42.
[3] Lihat An Nawawi, Al Majmû’, juz I, hlm. 283. Zakariya Al Anshari, Asnâ Al Maţâlib, juz I, hlm. 194. Ibnul Qasim Al Ghazi, Al Bâjûri, juz I, hlm. 45. Dll.
[4] Shahîh Al Bukhâri, juz I, hlm. 277, dan 285, nomer hadits 155 dan 159. Shahîh Muslim, juz II, hlm. 8 dan 9, nomer hadits 331 dan 332.
[5] Taysîr Al ‘Allâm, juz I, hlm. 37.
[6] Shahîh Muslim, juz II, hlm. 8.
[7] Shahîh Muslim, juz II, hlm. 27, nomer hadits 346.
[8] Baca An Nawawi, Syarh Muslim, juz III, hlm. 105.
[9] Lihat An Nawawi, Al Majmû’, juz I, hlm. 391.
[10] Baca Ibnul Mundzir, Al Awsath, juz I, hlm. 375.
[11] Lihat surat Al Maidah ayat 6.
[12] Baca Asy Syarh Al Mumti’, juz I, hlm. 137.
[13] Baca Shalih Ahmad Ridha, Al I’jâz Fî Sunnah An Nabawiyyah, 2001, Makyabah Al Abikan, Riyadh, hlm. 492.
[14] Alauddin bin Ali Hisamuddin, Kanzu Al ‘Ummal Fi Sunan Al Af’al Wa Al Aqwal, , juz IX hlm. 465, nomer hadits 26990

sumberhttp://www.nusurabaya.or.id

Diberdayakan oleh Blogger.